binomedia.id – Jakarta. Di sela hiruk-pikuk kendaraan dan deretan gedung yang menjulang, Jakarta diam-diam merawat denyut kehidupan yang sering luput dari perhatian: kicau burung di taman kota, pepohonan tua yang menyimpan sejarah, dan ruang hijau yang menjadi paru-paru bagi jutaan warganya. Semangat untuk kembali menemukan dan merawat kehidupan ini kini disatukan dalam inisiatif Urban Wildering, yang tahun ini dimulai dengan gelaran perdana Jakarta Bird Race 2025.
Urban Wildering merupakan kerja kolaboratif komunitas Wildlife Jakarta (WildJak), Jakarta Birdwatchers Society (JBS), dan Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI). Misi besarnya jelas: mengembalikan kekayaan hayati ke jantung kota melalui revitalisasi ruang terbuka hijau (RTH) dan pelibatan masyarakat. Tahun ini, fokus diarahkan pada keragaman burung dan pohon dua elemen alam kota yang selama ini menjadi indikator kesehatan lingkungan.

Jakarta Bird Race 2025: Mengamati Kehidupan yang Kembali Bernapas
Gelaran kompetisi observasi burung pertama di Jakarta ini diikuti hampir 60 peserta muda yang tergabung dalam 20 tim. Mereka melakukan pengamatan di enam ruang hijau ikonik: TWA Angke, Taman Monas, Lapangan Banteng, Taman Suropati, Eco Park Tebet, dan Taman Cattleya.
Hasilnya menakjubkan teridentifikasi 51 spesies burung, termasuk spesies langka dan terancam punah seperti Elang Laut Perut Putih, Elang Alap Cina, Jalak Cina, Sikatan Bubik, Kangkok Hodgson, Kipasan Belang, dan Betet Biasa. Temuan ini menjadi bukti bahwa Jakarta masih menyimpan potensi ekologis yang besar, sejauh ruang hidupnya dijaga dan dipulihkan.
Acara puncak yang digelar di Taman Wisata Alam Angke berlangsung meriah, didukung oleh berbagai lembaga pemerintah, NGO, sponsor, hingga jaringan komunitas biodiversitas urban.
Kolaborasi untuk Menghidupkan Kembali Jakarta
Dedy Istanto, Founder Wildlife Jakarta sekaligus penggagas Urban Wildering, menegaskan bahwa mengoptimalkan RTH Jakarta adalah kerja bersama. Ia berharap Bird Race dapat menjadi agenda tahunan yang terus menumbuhkan kepedulian warga terhadap habitat burung dan ekosistem kota.
Yasin Chumaedi, Co-Founder WildJak dan Ketua Jakarta Bird Race 2025, menambahkan bahwa kegiatan ini diharapkan memantik ketertarikan generasi muda untuk terjun langsung dalam pelestarian biodiversitas kota.
Dalam sesi talkshow “Merawat Keragaman Hayati di Jantung Kota Jakarta”, berbagai narasumber menekankan pentingnya sejarah, ekologi, dan restorasi ruang kota.
Arief Hamidi dari FPLI mengingatkan bahwa banyak nama daerah di Jakarta—seperti Kemang, Menteng, dan Kuningan—berasal dari spesies pohon lokal yang kini kian jarang. “Menghidupkan kembali pohon lokal berarti merangkai ulang kisah Jakarta,” ujarnya.
Ryan Avriandy dari Fauna Flora Indonesia International menekankan bahwa burung adalah penanda kesehatan kota. “Selama burung berkicau, ekosistem kita masih bernapas,” katanya.
Dari sisi pengelolaan kawasan, Ken Savitri Ambarsari, Direktur Utama Jakarta Mangrove Resort, menggarisbawahi bahwa burung kembali ke Angke karena habitatnya dipulihkan bertahun-tahun. Restorasi mangrove adalah perjalanan panjang yang kini mulai membuahkan hasil.
Sementara itu, Romy Sidharta dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota menegaskan bahwa RTH bukan sekadar elemen estetika, tetapi bagian penting dari keseimbangan ekologi yang harus dijaga bersama melalui kolaborasi lintas sektor.
Kegiatan ditutup dengan penyerahan penghargaan kepada para pemenang dan sesi kuis interaktif bertema biodiversitas. Melalui Urban Wildering dan Jakarta Bird Race 2025, WildJak, JBS, dan FPLI ingin mengajak warga Jakarta melihat bahwa merawat alam bukan tugas segelintir orang. Ia adalah tanggung jawab bersama agar Jakarta tetap menjadi rumah yang sehat bagi manusia maupun satwa.
Untuk informasi dan tips pelestarian lingkungan di Jakarta, kunjungi Instagram: @wildjak.id, @burung.jakarta, dan @pohonlangka_id. (renz)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Binomedia.id












