binomedia.id – Jakarta. Kebiasaan memberikan kental manis sebagai susu bagi balita masih terjadi. Kekhawatiran atas kondisi ini mendorong akademisi dari tiga universitas melakukan penelitian. Ketiganya adalah Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prodi Gizi UNNES, UNISA Yogyakarta, dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI). Penelitian dilakukan di Pamijahan Kab. Bogor, Semarang, dan Kulon Progo.
Inisiatif penelitian tersebut, dikatakan Guru Besar Ilmu Gizi UMJ, Dr. Tria Astika Endah Permatasari yang terlibat dalam penelitian di Pamijahan sebagai respon dari meningkatnya konsumsi minuman tinggi gula pada anak. Selain itu, persepsi kental manis adalah susu masih mengakar di sejumlah masyarakat.
“Mengapa kental manis menjadi isu yang sangat menarik hingga hari ini, karena konsumsinya yang masih tinggi pada balita. Balita memang tidak tahu, tapi perilaku orang tua yang mengkonsumsi kental manis, yang diturunkan secara turun temurun,” kata Prof. Tria.
Di Pamijahan, Bogor, persoalan ekonomi dan pola asuh menjadi salah satu faktor. Salah satu temuan yang penting untuk diperhatikan adalah kebutuhan rokok untuk suami masih lebih diutamakan ketimbang membeli makanan bergizi untuk anak.
“Adanya pengeluaran lain selain makanan oleh rumah tangga seperti rokok, mempengaruhi akses keluarga untuk membeli makanan bergizi,” beber Prof. Tria.
Sementara dari Semarang, Ketua tim peneliti UNNES Dr. Mardiana, S.KM., M.Si. menemukan konsumsi kental manis yang sangat tinggi pada 100 balita di Tanjung Mas dan Sukorejo. Ia menilai kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit tidak menular sejak dini.
“Kalau dampaknya yang terlihat kan memang karies dan diare, yang lebih [parah] memang belum terlihat, karena ini penggunaan dalam waktu pendek,” ujar Dr. Mardiana.
Dalam penelitian UNNES, faktor pola asuh ikut berpengaruh. Di Tanjung Mas, banyak balita diasuh nenek sehingga kental manis dipilih karena praktis dan dianggap aman. Di Sukorejo, meski orang tua mengasuh sendiri, pemahaman tentang kandungan gula belum merata, membuat konsumsi tetap tinggi.
Di Kulon Progo, tim peneliti UNISA yang dipimpin oleh Luluk Rosida S.St., M.K.M menemukan kuatnya aspek kultural dan kebiasaan sosial. Kental manis masih digunakan sebagai buah tangan ketika menjenguk orang sakit, hingga bahan campuran minuman di angkringan dan warung. Luluk menekankan bahwa pola ini punya dampak serius terhadap status gizi anak.
“Ada kebiasaan menjenguk orang sakit dan balita sakit dengan membawakan susu dan roti. Susu yang dimaksud ya kental manis, ini yang menjadi pembuka mengenalkan kental manis sebagai susu kepada anak,” ujar Luluk.
Diharapkan penelitian yang terdokumentasi melalui buku ini diharapkan dapat menjadi edukasi kepada masyarakat. Selain itu, buku ini juga dapat menjadi acuan seluruh pemangku kebijakan dalam mengambil aturan yang tepat dan matang guna mengatasi permasalahan kental manis ini. (rls/sh)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Binomedia.id












