binomedia.id – Semarang. Pada awal 2000-an, ketika sebagian besar orang masih merasa asing dengan batik Semarang, dua orang pengusaha, Marheno Jayanto (Heno) dan rekannya, memulai perjalanan yang mengubah wajah industri batik di kota ini. Dengan latar belakang yang jauh dari dunia pembatikan, mereka bukanlah pewaris tradisi batik, melainkan mereka datang dari rasa ingin tahu yang mendalam terhadap seni batik. “Kami bukan keluarga pembatik,” kenang Heno, sang pendiri Zie Batik. “Kami ingin belajar, ingin tahu bagaimana batik bekerja, dan bagaimana kami bisa berbagi ilmu kepada orang lain.”
Perjalanan mereka dimulai dengan mengunjungi Museum Tekstil Jakarta untuk memahami lebih dalam tentang batik, namun mereka merasa bahwa belajar hanya dari teori tidaklah cukup. “Bagaimana bisa memberikan edukasi yang benar kalau belum merasakan langsung denyut industri batik?” tanya mereka pada diri sendiri. Hal inilah yang mendorong mereka untuk mengeksplorasi lebih jauh ke berbagai kota penghasil batik besar seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Namun, pada akhirnya, pilihan mereka mengerucut ke Semarang, sebuah kota yang pada saat itu belum banyak dikenal dengan warisan batiknya. “Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi?” ujar Heno, dengan semangat yang membara.
Menumbuhkan Identitas Batik Semarangan
Pada tahun 2004, Zie Batik hadir di Semarang dengan semangat untuk membangkitkan identitas baru batik Semarangan. Mereka mulai mengenalkan batik kepada sekolah-sekolah dan komunitas di Semarang. Berkat upaya mereka, batik Semarangan kini memiliki motif dan karakteristik yang khas, menggambarkan semangat kebersamaan dan kecintaan terhadap warisan budaya lokal. Dukungan dari pemerintah Kota Semarang sangat vital dalam perkembangan ini, mulai dari pelatihan hingga pendampingan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang semakin menumbuhkan rasa kebanggaan bagi pengrajin batik di kota tersebut.
Tidak hanya menjadi pelopor batik Semarangan modern, Zie Batik juga berhasil mengembangkan usaha mereka menjadi salah satu penggerak batik ramah lingkungan yang dikenal luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Keberhasilan ini berakar dari semangat untuk memadukan budaya, lingkungan, dan pendidikan dalam setiap helai batik yang dihasilkan.
Batik Ramah Lingkungan: Pewarnaan Alami dari Bahan Lokal
Di tengah tren pewarnaan sintetis yang marak di industri batik, Zie Batik tetap memilih jalur yang berbeda: mereka menggunakan pewarna alami yang diambil dari bahan-bahan alami seperti kulit kayu, kulit buah, dan tumbuhan lokal. Dengan menggunakan pewarna alami, Zie Batik tidak hanya menghasilkan warna-warna lembut yang menjadi ciri khas mereka, tetapi juga berkomitmen pada keberlanjutan lingkungan. Proses pembuatan batik mereka tetap mempertahankan tujuh tahapan tradisional, mulai dari desain, mencanting, pewarnaan, hingga penguncian warna, untuk menjaga kualitas dan keaslian batik yang dihasilkan.
Selain itu, Zie Batik juga terlibat dalam inovasi yang lebih besar dengan memanfaatkan limbah mangrove hasil kolaborasi dengan Indonesia Power sebagai bahan baku pewarna alami. Langkah ini tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan, tetapi juga menjadi bagian dari pengembangan batik berkelanjutan, yang menggabungkan kearifan budaya dengan upaya konservasi alam.
Edukasi dan Pelatihan: Meningkatkan Ekosistem Batik
Bagi Zie Batik, alasan utama mereka terus berkembang adalah keinginan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Pelatihan-pelatihan batik tidak hanya dilakukan di Semarang, tetapi juga meluas ke berbagai kota lainnya, termasuk Lombok, di mana mereka mengajak komunitas penenun untuk beralih menggunakan bahan pewarna alami. Heno dengan semangat mengatakan, “Jika ada di antara pekerja kami yang ingin mandiri, kami dukung. Mereka bukan pesaing, tapi mitra. Semakin banyak pengrajin, semakin hidup ekosistem batik kita.”
Pendidikan dan edukasi tentang batik menjadi salah satu pilar penting dalam perjalanan Zie Batik. Mereka tidak hanya berfokus pada produksi, tetapi juga berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang perbedaan antara batik tulis asli dan tekstil bermotif batik. Di galeri Zie Batik, pengunjung tidak hanya dapat melihat proses pembuatan batik, tetapi juga diajak untuk belajar langsung, bahkan mencoba mencanting sendiri. Ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk mengembalikan penghargaan terhadap batik sebagai warisan budaya yang memiliki nilai seni tinggi.
Menembus Pasar Global dan Terus Berinovasi
Sebelum pandemi, Zie Batik telah melangkah jauh, bahkan hingga Jepang dan Korea, berkat kualitas produk mereka dan pengalaman unik yang mereka tawarkan kepada pengunjung. Zie Batik tidak hanya mengutamakan kualitas, tetapi juga berinovasi terus-menerus untuk tetap bersaing dengan kota-kota besar batik lainnya, seperti Yogyakarta dan Solo. Heno dengan penuh keyakinan mengatakan, “Walaupun kami berasal dari Semarang, jika kami terus belajar dan berinovasi, produk kami bisa sejajar dengan mereka.”
Keterlibatan Zie Batik dalam berbagai pameran nasional dan internasional telah membuka lebih banyak peluang bagi mereka untuk menunjukkan kualitas batik Semarangan kepada dunia. Dengan memadukan kearifan lokal, keberlanjutan, dan standar kualitas tinggi, Zie Batik tidak hanya melestarikan seni batik, tetapi juga menciptakan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat dan lingkungan.
Zie Batik adalah bukti nyata bahwa sebuah usaha yang lahir dari rasa kepedulian terhadap budaya dan lingkungan bisa berkembang menjadi kekuatan besar. Dengan semangat untuk berbagi ilmu, berinovasi, dan menjaga kelestarian alam, Zie Batik telah membuktikan bahwa batik tidak hanya sekadar sebuah produk seni, tetapi juga sebuah gerakan keberlanjutan yang melibatkan seluruh ekosistem. Kini, batik Semarang bukan hanya menjadi simbol kebanggaan lokal, tetapi juga mewakili semangat inovasi yang menghubungkan budaya, lingkungan, dan pendidikan untuk masa depan yang lebih baik. (rls/sh)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Binomedia.id













