Kategori
Pendidikan

Tantangan Percepatan Menurunkan Stunting di Kepulauan Aru, Antara Banyaknya Jumlah Ibu yang Obesitas dan Anak yang Stunting

Binomedia.id – BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus menggelar pelatihan bagi Fasilitator dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam upaya mempercepat menurunkan prevalensi stunting.

Dalam pelatihan Fasilitator Tim Pendamping Keluarga yang digelar Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku di Kabupaten Kepulauan Aru terungkap fakta bahwa angka prevalensi stunting yang tinggi di kalangan anak-anak ternyata dibarengi dengan tingginya jumlah penderita obesitas di kalangan ibu-ibu.

“Hasil survei yang dilakukan ternyata di Kepulauan Aru banyak Ibu-Ibu yang mengalami obesitas yang disebabkan terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat. Hal ini juga merupakan salah satu perilaku hidup yang menjadi sasaran kita,” kata Bupati Kepulauan Aru dr. Johan Gonga saat membuka pelatihan yang digelar selama dua hari, (23-24/02/2023) di ibukota Kabupaten Kepulauan Aru di Kota Dobo.

Baca Juga: Optimalkan Hasil Pertanian untuk Cegah Stunting, BKKBN Dorong Warga di Kampung KB Desa Bugel Bentuk Bank Pangan

Kendati menyebutkan tingginya jumlah obesitas di kalangan ibu-ibu di Kepulauan Aru, namun dr. Johan Gonga tidak menyebutkan jumlah dan persentasenya. Bupati di daerah yang terdiri dari 187 pulau dengan 89 pulau yang dihuni itu lebih menyoroti penyebab dan dampak stunting bagi anak-anak di Kepulauan Aru.

Menurut dr. Johan Gonga, salah satu penyebab stunting adalah gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi termasuk gangguan pada intelektual anak.

“Kalau penanganan stunting dilakukan dengan baik, anak-anak di kepulauan Aru ini pasti pintar. Untuk itu mulailah konsumsi protein sejak dini. Oleh karenanya Kepada tim fasilitator pendamping keluarga harus memahami dengan baik ketika memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat. Anak kita dari kecil sudah harus mengkonsumsi ikan,” ujar dr. Johan Gonga.

Baca Juga: Separuh Lebih Penduduk Kota Bandar Lampung Ber-KB, Angka Stunting Turun 8,3 Persen

Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru sendiri sebagian besar merupakan lautan. Luas wilayah lautan 7,6 kali dari luas wilayah daratan. Apalagi dari 187 pulau, yang dihuni hanya sebanyak 89 pulau dengan penduduk 102.920 jiwa pada 2021.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 angka prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Aru berada pada angka 28,1 persen. Prevalensi stunting ini turun dibandingkan pada 2021 yang berada pada angka 35,8 persen.

Namun baik dari SSGI 2021 maupun SSGI 2022, prevalensi stunting Kabupaten Kepulauan Aru berada pada peringkat ketiga tertinggi dari 11 kabupaten dan kota se-Provinsi Maluku. Berdasarkan SSGI tahun 2022 angka prevalensi rata-rata Provinsi Maluku adalah 26,1 persen.

Baca Juga: Kabupaten Purbalingga Lakukan Intervensi Khusus Perlindungan Tiga Lapisan untuk Tekan Prevalensi Stunting

“Untuk angka Stunting di Kepulauan Aru juga masih tinggi, saya berharap di tahun 2024 angka Stunting sudah harus turun, yang penting kita serius. Saya minta tim fasilitator pendamping keluarga harus serius dalam penanganan stunting di kepulauan Aru ini,” tegas dr. Johan Gonga.

Menurut dr. Johan Gonga, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Kepulauan Aru mengalami penurunan. Karena itu dr. Johan menyampaikan terimakasih kepada kepala-kepala Puskesmas dan petugas KB. “Tetapi itu belum maksimal, saya mengajak kita semua untuk sama-sama memaksimalkan masalah KB ini,” ujar dia.

Dalam pelatihan Faslitator TPK itu hadir Wakil Bupati Kepulauan Aru Muin Sogarley, Kepala Dinas PPKB Kepulauan Aru dr. H. H. Darakay, termasuk peserta pelatihan yang berjumlah 24 orang yang merupakan unsur dari Dinas Kesehatan Kepulauan Aru, IBI Kabupaten Kepulauan Aru, PKK kabupaten Kepulauan Aru, PKB/PLKB, OPD Dalduk dan KB Kepulauan Aru.

Baca Juga: BKKBN Berhasil Memutakhirkan 35,3 Juta Data Keluarga Untuk Percepatan Penurunan Stunting dan Hapus Kemiskinan Ekstrem

Tujuan dari kegiatan pelatihan tersebut adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada para fasilitator tim pendamping keluarga tingkat kecamatan guna melakukan pendampingan.

Adapun fasilitator pelatihan antara lain, Susana Hengst. ( BKKBN Prov Maluku), Jean Tatipikalawan. SPi. MSi ( Dinas kependudukan dan catatan sipil provinsi Maluku), Desta Janu Kuncoro. MPd. (Widyaiswara perwakilan BKKBN Provinsi Maluku).

Kategori
Pendidikan

Optimalkan Hasil Pertanian untuk Cegah Stunting, BKKBN Dorong Warga di Kampung KB Desa Bugel Bentuk Bank Pangan

Binomedia.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong warga Kampung KB (Keluarga Berkualitas) di Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk berinovasi memanfaatkan hasil pertanian dengan membentuk bank pangan (food bank).

Keberadaan bank pangan di desa-desa dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sehingga dapat menekan angka stunting.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Pusat Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc, Ph. D ketika mengunjungi Center of Excellence Kampung KB Desa Bugel, Kamis (23/02/2023).

Baca Juga: Separuh Lebih Penduduk Kota Bandar Lampung Ber-KB, Angka Stunting Turun 8,3 Persen

Rizal Damanik yang hadir di tempat itu dengan didampingi Kepala Pusat Pelatihan dan Kerja Sama Internasional BKKBN Ukik Kusuma Kurniawan, menyebutkan bank pangan itu sebagai Bank Lumbung Pangan atau disingkat Balungan.

Rizal Damanik mengatakan salah satu inovasi yang bisa diterapkan warga desa adalah membentuk Bank Lumbung Pangan. Hal ini mengingat Indonesia adalah negara agraris namun belum mampu food management yang baik.

“Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil pertanian. Sayangnya banyak hasil pertanian yang terbuang sia-sia karena tidak memenuhi standar pasar, padahal dapat dikonsumsi dan bergizi.” kata Rizal Damanik.

Baca Juga: Kabupaten Purbalingga Lakukan Intervensi Khusus Perlindungan Tiga Lapisan untuk Tekan Prevalensi Stunting

Selanjutnya Damanik mengatakan pasar tradisional merupakan juga tempat dimana banyak sayur-mayur yang terbuang, misalnya karena sudah layu. Sedangkan restoran, hotel dan lain sebagainya merupakan kontributor banyaknya bahan makanan layak yang terbuang.

Sebagai negara pertanian yang belum begitu maju dalam produksi, penangananan dan pengolahan paska panen, serta distribusi dan konservasi hasil pertanian tanaman pangan maka Indonesia masih menghadapi masalah pokok berupa food loss dan food waste.

Dalam pertemuan di Balai Desa Kampung KB Desa Bugel tersebut, Rizal Damanik dan Ukik Kusuma Kurniawan diterima oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Pprogo Drs. Ariadi, M.M dan Kepala Desa Bugel Sunardi. Sedangkan dari Perwakikan BKKBN DIY hadir Korbid Latbang Joehananti Chriswandari.

Baca Juga: BKKBN Berhasil Memutakhirkan 35,3 Juta Data Keluarga Untuk Percepatan Penurunan Stunting dan Hapus Kemiskinan Ekstrem

Menurut Rizal Damanik, food loss adalah hilangnya manfaat bahan makanan yang terjadi pada posisi awal dalam rantai pasokan, sebelum makanan mencapai konsumen. Food loss bisa terjadi saat proses cocok tanam, pasca panen, pemrosesan, atau transportasi.

Sedangkan food waste (sampah makanan) atau bisa disebut juga pemborosan makanan adalah hilangnya manfaat bahan pangan yang terjadi di ujung rantai pasokan atau sudah sampai kepada konsumen, baik konsumen langsung (rumah tangga) maupun para produsen/pengolah makanan.

Bagi warga Kampung Keluarga Berencana Desa Bugel yang sebagian besar warganya bergerak di bidang pertanian sebagai petani maupun pedagang dan pengolah bahan pangan, baik food loss maupun food waste merupakan ancaman yang seringkali tidak disadari.

Baca Juga: Tingginya Prevalensi Stunting di Kabupaten Barito Utara, Tantangan Mewujudkan Generasi Indonesia Emas 2045

Gagasan Bank Lumbung Pangan atau Balungan yang dilontarkan Damanik adalah program kegiatan mengumpulkan dan melakukan distribusi makanan berlebih kepada keluarga yang membutuhkan, khususnya keluarga berisiko stunting, sebagai upaya mengatasi kekurangan asupan makanan pada sebagian masyarakat dan pemenuhan gizi seimbang melalui sistem gotong royong dan dukungan multisektor.

Damanik mengatakan Program Balungan ini memiliki tujuan pertama, untuk meminimalkan ancaman kurang gizi masyarakat dengan memastikan ketersediaan makanan dimulai dari lingkup terkecil, di tingkat desa. Keduan, menjembatani antara kelebihan dan kekurangan makanan dimulai dari lingkup terkecil (antar keluarga).

Dalam Diskusi terungkap bahwa Kader di Desa Bugel telah melakukan pengumpulan sisa sayuran di pasar, dan juga mendapatkan bantuan dari tempat pelelangan ikan, namun tidak rutin dan belum terorganisir.

Baca Juga: Berdasarkan SSGI Tahun 2022, Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Sehingga diharapkan dengan adanya program Balungan ini sebagai wadah, kontribusi dari berbagai pihak bisa berkesinambungan dan lebih terorganisir. Dalam kesempatan yang sama, Lurah Desa Bugel Sunardi juga menyambut baik Balungan ini dan menyatakan siap mendukung.

Pada sambutan penutupan diskusi, Kepala Dinas Pemberdayaan dan Desa Pengendalian Penduduk dan KB Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Ariadi menyambut baik gagasan program Balungan.

“Sosialisasi terkait Balungan ini merupakan ilmu baru bagi kami, khususnya bagaimana jangan sampai bahan makanan atau makanan menjadi mubazir, namun bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, dan siap mendukung konsep ini,” kata Ariadi.

Baca Juga: Provinsi Jawa Barat Berpengaruh Terhadap Percepatan Penurunan Stunting Nasional

Tampak hadir dalam Sosialisasi dan Focus Group Discussion ini ini Jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kulon Progo, Perwakilan BKKBN Provinsi DIY, perangkat Desa Bugel, Para Tokoh Agama dan Pengelola Masjid, Pengelola dan Pokja Kampung KB Desa Bugel, Kader TPK Stunting, serta PKB dan PLKB setempat.

Kategori
Kesehatan

Kabupaten Purbalingga Lakukan Intervensi Khusus Perlindungan Tiga Lapisan untuk Tekan Prevalensi Stunting

Binomedia.id – Kabupaten Purbalingga lakukan intervensi khusus dengan perlindungan tiga lapisan untuk tekan prevalensi stunting. Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi stunting Kabupaten Purbalingga pada angka 26,8%. Angka prevalensi ini malah naik 10% dibandingkan 2021 yang sebesar 16,8%.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga dr. Jusi Febrianto saat menerima kunjungan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah drg. Widwiona dan jajarannya serta Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Tengah.

“Langkah nyata yang sudah kami lakukan adalah intervensi di salah satu desa yaitu Karangaren yang dinilai cukup berhasil dengan cara perlindungan dengan tiga layer (lapisan),” kata Jusi Febrianto.

Baca Juga: Berdasarkan SSGI Tahun 2022, Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Menurut Jusi, intervensi pertama adalah di Posyandu yakni semua balita diberikan susu dan telor setiap posyandu, dan keluarga diberikan bibit untuk beternak lele. Intervensi kedua dilakukan di Puskesmas berupa deteksi sedini mungkin sebelum stunting. Pada kasus stunting diberikan pemberian makanan tambaha (PMT) selama 2 minggu sampai 1 bulan, dan dikoreksi.

Intervensi ketiga menurut Jusi dilakukan di rumah sakit yakni pada kasus yang belum terkoreksi dengan baik setelah 1 bulan dengan pengawasan Puskesmas, akan diawasi oleh dokter spesialis di Rumah Sakit dan diberikan Pangan Olahan Untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK), yaitu PMT khusus yang hanya bisa diberikan dari RS, setelah membaik akan dikembalikan ke Puskesmas.

Prevalensi Stunting, Kabupaten Purbalingga
Kabupaten Purbalingga Lakukan Intervensi Khusus Perlindungan Tiga Lapisan untuk Tekan Prevalensi Stunting

“Metode ini dirasa cukup efektif menurunkan angka stunting. Di desa Karangaren selama 6 bulan dapat menurunkan 6% stunting dari 18% menjadi 12%. Diharapkan apabila anggaran cukup, bisa diterapkan ke 57 desa lainnya,” jelas dr. Jusi dalam pertemuan di Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga.

Baca Juga: Prevalensi Stunting di Indonesia Berdasarkan Survei SSGI Berada Pada Angka 24,4 persen

Menanggapi hal itu Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah drg. Widwiono mengatakan optimistis bahwa Kabupaten Purbalingga dapat menurunan angka stunting dengan komitmen dan kerjasama lintas sektor, aksi konvergensinya yang didukung oleh pemerintah kabupaten.

“Secara keseluruhan angka prevalensi stunting di Jawa Tengah turun 0,1% yaitu dari 20,9% menjadi 20,8%. Akan tetapi di Kabupaten Purbalingga terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari tahun lalu 16,8% menjadi 26,8%. Nah ini mungkin akan kita jadikan perhatian khusus kira-kira apa yang menyebabkan kenaikan sampai dengan 10% di Kabupaten Purbalingga” kata Widwiono.

Menurut Widwiono, pemberian intervensi yang tepat untuk keluarga beresiko stunting yaitu pemenuhan gizi berupa protein hewani bisa diperpleh dari ikan atau telor minimal 1 butir per hari, sehingga sudah tidak lagi direkomendasikan pemberian biskuit untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan juga pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi calon pengantin.

Baca Juga: Tingginya Prevalensi Stunting di Kabupaten Barito Utara, Tantangan Mewujudkan Generasi Indonesia Emas 2045

Dijelaskan oleh Widwiono bahwa strategi lain yang bisa dilakukan adalah dengan cara pemantauan yang ketat untuk Z-score di dinas kesehatan, artinya ketika diukur sudah terdapat -1,5 Standar Deviasi (SD) harus segera diintervensi untuk pencegahan, agar tidak terlambat menjadi -2 SD (pendek) bahkan -3 SD (sangat pendek). Oleh karenanya Dinas Kesehatan sebagai Ketua Intervensi Spesifik punya peran penting dalam hal ini.

Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga menyambut baik hal ini, dengan harus tetap memperhatikan data, dan juga disandingkan dengan data pembanding yang ada yaitu e-PPGBM yang sudah rutin dilaksanakan di kabupaten Purbalingga.

“Bupati sudah konsen untuk mengatasi Percepatan Penurunan Stunting, sementara ini regulasi sedang disusun. Sekalipun pendampingan sudah dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK), kami akan tetap mengawal dan merunut dari awal penyebab stunting. Koordinasi selama ini juga sudah berjalan baik dan manis antara intervensi Spesifik dan Sensitif, MoU dengan Rumah Sakit untuk pelaksanaan KB Pasca Persalinan (KB PP) juga sudah ada, sehingga kami akan terus melakukan penguatan komitmen dan pengusutan penyebab stunting dari awal.” jelas Herni Sulastri.

Baca Juga: Provinsi Jawa Barat Berpengaruh Terhadap Percepatan Penurunan Stunting Nasional

Kepala Dinas Sosial Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bapak Eni menjelaskan bahwa konvergensi program untuk mengeroyok percepatan penurunan stunting sudah dilakukan berikut pendampingannya, termasuk menjalankan semua program yang terstruktur dari BKKBN berupa peningkatan SDM TPK melalui pelatihan.

Koordinator Program Manager Satgas Stunting Provinsi Jawa Tengah, Edi juga mempunyai harapan yang cukup tinggi dilihat dari peluang yang ada dan sudah dilakukan. “Tentunya ini sangat baik apabila ditambahkan dengan regulasi, seperti dikeluarkan SE Bupati yang mengatur hal ini” tambahnya.

Kategori
Kesehatan

BKKBN Berhasil Memutakhirkan 35,3 Juta Data Keluarga Untuk Percepatan Penurunan Stunting dan Hapus Kemiskinan Ekstrem

Binomedia.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berhasil memutakhirkan 35.309.446 dari 68.487.139 Data Keluarga Indonesia hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) dalam Pemutakhiran PK-21 Tahun 2022 yang berlangsung selama bulan September-November 2022.

Seluruh 35,3 juta data hasil Pemutakhiran itu akan disampaikan kepada para pemangku kepentingan dalam Diseminasi Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2021 (PK-21) tahun 2022 dan Forum Data Stunting di Hotel Santika Premiere ICE BSD City, Tangerang, pada Senin-Selasa (19-20 Desember 2022).

Sukaryo Teguh
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso, Minggu (18/12/2022) mengatakan Diseminasi Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga Tahun 2022 dan Forum Data Stunting bertujuan untuk memberikan informasi atas hasil Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 dan juga memberikan apresiasi kepada pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pemutakhiran.

Baca Juga: BKKBN Bersama Commission On Population of the Republic of Philippines Gelar Kegiatan, Membahas Permasalahan Remaja

Selain itu Teguh menyebutkan juga melaksanakan koordinasi antar pemangku kepentingan yang terintegrasi dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Teguh menjelaskan, sebanyak 35,3 juta data keluarga by name dan by addres hasil Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 ini digunakan Kemenko PMK sebagai data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem). Data ini juga sebagai dukungan kebijakan intervensi Kementerian PUPR untuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan juga percepatan penurunan stunting.

Data ini juga digunakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat Wakil Presiden dalam melakukan pemeringkatan data keluarga PK-21 menurut status kesejahteraan, serta Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri telah memadankan data PK-21 dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.

Baca Juga: BKKBN Memperkuat Kinerja dan Profesionalisme Para PKB Melaksanan Tugas Bangga Kencana Dengan Uji Kompetensi

“Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 dilaksanakan BKKBN pada 1 September 2022 hingga 30 November 2022,” kata Teguh.

Menurut Teguh, pada Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 ini BKKBN mengerahkan sebanyak 330.000 tenaga lini lapangan yang terdiri dari 5.222 Manajer pengelola tingkat kecamatan, 5.222 manajer data tingkat kecamatan dan 33.444 supervisor tingkat desa serta manager 220.000 kader pendata. . Anggaran yang digunakan sebesar Rp314 miliar yang bersumber dari APBN.

Diseminasi Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2021 (PK-21) tahun 2022 dan Forum Data Stunting akan diikuti 1.106 orang terdiri dari pejabat dan pimpinan BKKBN, perwakilan BKKBN provinsi, kementerian dan Lembaga terkait.

Baca Juga: BKKBN Meluncurkan Materi Audiovisual Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting Lewat Bahasa Agama

Pelaksanaan secara hybrid, luring sebanyak 106 orang dan daring sebanyak 1.000 orang yang di antaranya adalah manajer pengelolaan pendataan dari seluruh Indonesia.

Ada delapan materi dalam diseminasi ini, yakni rilis hasil sementara Pemutakhiran PK-21 tahun 2022, evaluasi pelaksanaan, Urgensi dan Pemanfaatan Data Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 sebagai pensasaran Data Kemisikinan Ekstrem, Pemanfaatan Data Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2022 sebagai basis data Intervensi Kemiskinan Ekstrem dan Stunting.

Selanjutnya akan dilakukan roadmap data stunting, mengkonvergensikan sebagai sasaran percepatan penurunan stunting, dan juga sebagai bahan evaluasi pelaporan percepatan penurunan stunting oleh pemerintah daerah.

Baca Juga: BKKBN Meraih Penghargaan Anugerah Reksa Banda tahun 2022

Diseminasi akan menghadirkan 8 narasumber utama, yakni Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G (K).

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Andie Megantara, Ph.D., Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Dr.Ir. Suprayoga Hadi, M.S.P, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah PUPR Ir. Rachman Arief Dienaputra, M.Eng, Direktur Gizi dan Kesehatan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, Ph.D, dan Direktur SUPD III Kemendagri R. Budiana Subambang, S.T., MPM., dan Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional Dr.Drs. Nyoto Suwignyo, MM.

Dalam diseminasi ini juga akan dilaksanakan penandatanganan kerja sama (PKS) antara BKKBN dengan Badan Pangan Nasional sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (MOU) pada bulan Agustus lalu di Kendal, Jawa Tengah serta dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).

 

Reporter: Wahyu Triono

Kategori
Kesehatan

Tingginya Prevalensi Stunting di Kabupaten Barito Utara, Tantangan Mewujudkan Generasi Indonesia Emas 2045

Binomedia.id – Tingginya prevalensi stunting di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah menjadi tantangan tersendiri untuk mewujudkan generasi Indonesia Emas 2045.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka prevalensi stunting di Barito Utara sebesar 27,4% atau di atas rata-rata nasional yaitu 24,4%. Sementara itu, pemerintah menargetkan stunting harus turun menjadi 14% pada 2024 mendatang.

Salah satu upaya untuk mengatasi tingginya prevalensi stunting di Kabupaten Barito Utara tersebut, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barito Utara menggelar acara Kunjungan Keluarga Berisiko Stunting atau Grebek Stunting, Rabu, 14 Desember 2022.

Baca Juga: Berdasarkan SSGI Tahun 2022, Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Dalam kegiatan tersebut, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barito Utara turut mengundang dua dokter spesialis muda yakni dr. Komang Artawan, M. Biomed, SP.A dan dr. Gusti Ngurah Warsita, SP.OG. yang merupakan garda terdepan dalam penurunan stunting di Barito Utara.

Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah Dr. Dadi Ahmad Roswandi, M.Si memberikan apresiasi atas ketulusan dan kerja keras dua dokter muda tersebut.

“Kedua dokter spesialis muda ini sebagai garda terdepan dan contoh praktik baik dalam mengatasi masalah stunting dan lebih dari itu, dalam diskusi intensif kami, dokter-dokter ini sering menggratiskan biaya pelayanan Keluarga Berencana (KB) khususnya pelayanan KB MOW,” kata Dr. Dadi Ahmad Roswandi, M.Si.

Baca Juga: Prevalensi Stunting di Indonesia Berdasarkan Survei SSGI Berada Pada Angka 24,4 persen

Dadi menjelaskan, keduanya juga mengikuti kegiatan audit stunting hingga ke pelosok desa guna memberikan konsultasi, arahan dan treatmen terhadap upaya pencegahan stunting.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Barito Utara Silas Patiung mengatakan, kedua dokter tersebut punya peran signifikan dalam percepatan penurunan stunting di wilayahnya.

“Partisipasi dua dokter spesialis muda ini dalam pencegahan penurunan stunting, sangat membantu kami bahkan kapan pun kami meminta kehadirannya para spesialis ini bersedia hadir dan membantu kami,” ungkap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Barito Utara Silas Patiung.

Baca Juga: Kabupaten Halmahera Timur, Potensi Tambang Terbesar Dengan Prevalensi Stunting yang Tinggi

Dalam kegiatan Grebek Stunting tersebut, turut camat, lurah, ahli gizi untuk menyerahkan bantuan sembako berupa telur, beras dan minyak goreng pada dua keluarga yaitu seorang ibu hamil yang telah mendapatkan rekomendasi dari Audit Kasus Stunting (AKS) II karena mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK), lingkar lengan atas kurang dari 23,5 sentimeter dan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tidak sesuai.

Dokter Gusti Ngurah Warsita, SP.OG. yang merupakan dokter spesialis kandungan kemudian memberikan rekomendasi perbaikan yang telah dilakukan mencakup tatalaksana kasus pada ibu hamil KEK yaitu pemberian makanan tambahan selama 90 hari serta monitoring dan evaluasi kembali status gizi, evaluasi kebiasaan makan ibu selama hamil dengan melakukan recall makan, konseling pemberian makan gizi seimbang untuk ibu hamil, pendapingan kepada ibu hamil sampai kondisi baik.

“Konseling terkait support system dalam keluarga untuk menghadapi persiapan kelahiran, memastikan kebutuhan makanan dan cakupan gizi, persiapan pengasuhan setelah anak lahir,” ucap Dokter Gusti Ngurah Warsita, SP.OG.

Baca Juga: Provinsi NTT Merupakan Daerah Dengan Angka Prevalensi Stunting Tertinggi di Indonesia

Kunjungan dilanjutkan kepada seorang bayi berusia 7,5 bulan, menurut dr. Komang Artawan, M. Biomed, SP.A sebagai dokter spesialis anak.

Saat ditemui di lokasi, Dokter Komang memberikan arahan untuk harus segera dilakukan tindakan dalam jangka waktu 1,5-2 bulan. Jika intervensi spesifik dalam jangka waktu tersebut tidak dilakukan maka bayi tersebut akan mengalami stunting.

Dokter Komang pun selanjutnya memberikan edukasi terhadap prosedur pemberian kecukupan gizi serta memerintahkan kepada ahli gizi yang juga hadir untuk memantau perkembangan dan memenuhi kecukupan gizinya selama 1,5-2 bulan kedepan.

Kategori
Kesehatan

Berdasarkan SSGI Tahun 2022, Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Binomedia.id – Prevalensi stunting di Provinsi Bali dipastikan turun sebanyak 2% berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Dengan demikian, Provinsi Bali tetap menjadi daerah dengan prevalensi stunting terendah di Indonesia.

“Puji syukur, informasinya turun (prevalensi stunting). Tetapi kita tetap tunggu pengumuman resminya,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih saat membuka kegiatan Capacity Building Pengelola Media Centre dalam Percepatan Penurunan Stunting di Denpasar, Kamis, (15/12/2022).

Prevalensi Stunting di Provinsi Bali
Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Menurut Luh De, hasil kerja keras pelaksanaan Program Percepatan Penurunan Stunting akan tergambarkan. Berdasarkan informasi sementara Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting di Provinsi Bali mengalami penurunan dari 10,9% menjadi sekitar 8%.

Baca Juga: Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono Warnai Diseminasi Stunting di Bali

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih berharap, jajaran pengelola program Pembanguan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), khususnya percepatan penurunan stunting tidak boleh terlena dan tetap fokus meningkatkan kapasitasnya untuk melakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat luas.

“Dalam melaksanakan tugas tersebut, kita harus lebih kreatif dan inovatif. Melalui kegiatan ini, BKKBN sudah memberikan wadah untuk belajar, jadi manfaatkan momen ini dengan sebaik-baiknya,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih.

Prevalensi Stunting di Provinsi Bali
Prevalensi Stunting di Provinsi Bali Dipastikan Turun Sebanyak 2%

Turut hadir di kegiatan Capacity Building Pengelola Media Centre dalam Percepatan Penurunan Stunting diantaranya Konsultan Komunikasi dan Koordinator Media Center BKKBN Pusat Kristianto, Pranata Humas Ahli Madya/Koordinator Humas BKKBN Ade Anwar, tim media Centre Perwakilan BKKBN Provinsi Bali serta perwakilan dari PKB/PLKB se-Bali.

Baca Juga: Demi Mewujudkan Bali Bebas Stunting, Inovasi dan Kolaborasi Lintas Sektor Diharapkan Tumbuh dan Terjaga

Dia pun mengingatkan, peran media dalam melakukan promosi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) sangat penting agar masyarakat dapat terpapar informasi dengan baik. Kemajuan teknologi di era digitaisasi ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh pengelola Media Center.

Namun demikian, lanjutnya, penyampaian informasi lewat media mainstream dan sosial memerlukan inovasi dan ide-ide kreatif. Sehingga masyarakat memerhatikan pesan yang disampaikan.

“Untuk melahirkan ide kreatif memerlukan pemikiran dari berbagai kalangan sesuai segmentasi wilayahnya sehingga media yang dihasilkan tepat sasaran,” ungkapnya.

Baca Juga: Bali Merupakan Provinsi Dengan Prevalensi Stunting Terendah di Indonesia

Pembentukan tim Media Centre ini, kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, diharapkan dapat mendukung penyebarluasan program Bangga Kencana. Kapasitas Tim Media Centre yang dibentuk BKKBN Bali terus ditingkatkan agar informasi yang disebarluaskan sesuai target.

Tim ini dibentuk dengan tujuan mengumpulkan, mengolah isu dan data yang kemudian disebarkan ke publik lewat berbagai saluran. Terkait program kampanye percepatan penurunan stunting, tim hubungan masyarakat (humas) diminta memaksimalkan peran media sosial, cetak, dan elektronik yang sedang digandrungi anak muda atau milenial.

Dalam melaksanakan pencegahan stunting dari hulu, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, mengatakan sasaran BKKBN adalah kaum remaja. Sehingga informasi yang dikemas disesuaikan dengan gaya kekinian.

Baca Juga: Bimbingan Pranikah Jadi Kendala Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Bali

Langkah nyata berupa edukasi murid-murid jenjang SMA sederajat juga sudah dilakukan di berbagai daerah di Bali dengan menggandeng mitra Komisi IX DPR RI dengan harapan mencegah stunting sejak dini.

“Menyambut Indonesia Emas tahun 2045 atau tepat 100 tahun kemerdekaan RI, kita semua harus bekerja keras memberikan kado terindah buat bangsa yakni generasi emas. Generasi berdaya saing tinggi,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih.

Untuk mencapai target tersebut, sambung Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, stunting mutlak harus dientaskan dari Bumi Nusantara. Jika prevalensi stunting secara nasional 24,4% tidak bisa diturunkan, maka Indonesia Emas tidak akan terwujud.

“Bagaimana disebut generasi emas kalau sakit-sakitan, tidak sehat?,” tegasnya.

Kategori
Kesehatan

Provinsi Jawa Barat Berpengaruh Terhadap Percepatan Penurunan Stunting Nasional

Binomedia.id – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan Provinsi Jawa Barat berpengaruh terhadap percepatan penurunan stunting nasional.

“Jika stunting di Provinsi Jawa Barat tahun 2022 ini turun signifikan, maka hal tersebut juga akan mempengaruhi turunnya angka prevalensi stunting nasional. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menyebutkan prevalensi stunting Provinsi Jawa Barat adalah 24,5%, ungkap Hasto saat membuka acara Jawa Barat Stunting Summit 2022 yang digelar di Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate Bandung, Rabu (14/12).

Di hadapan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala BKKBN mengapresiasi kegiatan Jawa Barat Stunting Summit 2022. Hasto mengatakan bahwa Provinsi Jawa Barat penduduknya mendekati 50 juta, jadi kalau Provinsi Jawa Barat sebagai bandol secara nasional, kalau stuntingnya turun secara signifikan maka secara nasional turun signifikan.

Baca Juga: Tentara Nasional Indonesia Blusukan ke Desa-desa di Jawa Barat

Hasto menilai, Gubernur Jawa Barat berhasil menggerakan lima pilar dan delapan aksi strategis percepatan penurunan stunting, yang salah satunya adalah komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah dengan menggerakan seluruh Bupati dan Walikota dalam rangka percepatan penurunan stunting.

Secara statistik, kata Hasto, setiap tahun angka kelahiran di Provinsi Jawa Barat yakni sebanyak 880 ribu dengan perbandingan 1.000/16 kehamilan. Artinya, dari 1.000 penduduk di Provinsi Jawa Barat angka perempuan yang hamil adalah 16 orang. Hasto pun berharap angka kelahiran tersebut dapat ditekan menjadi 1.000/12 kehamilan.

“Ini harapan saya supaya pertumbuhan penduduk seimbang dan kemudian sehat. Kalau penduduk satu juta mestinya tambahan yang hamil 16 ribu. Kalau penduduknya 50 juta jadi yang hamil 800 ribu. Tapi ketika Total Fertility Rate (TFR) bisa dibuat 2,1 maka yang akan hamil 600 ribu di Provinsi Jawa Barat, akan turun 200 ribu. Sebab penurunan 200 ribu ini sangat signifikan,” ujarnya.

Percepatan Penurunan Stunting
Provinsi Jawa Barat Berpengaruh Terhadap Percepatan Penurunan Stunting Nasional

Karena tingginya jumlah kelahiran tersebut, Hasto pun memberikan strategi agar dapat mencegah lahirnya bayi baru stunting di Provinsi Jawa Barat dengan mewajibkan pasangan untuk memeriksakan kesehatannya tiga bulan sebelum menikah meliputi pemeriksaaan kadar Hemoglobin (HB) tidak kurang dari 12 dan lingkar lengan atas tidak kurang dari 23.5 sentimeter melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil atau Elsimil.

Hasto juga menambahkan, Provinsi Jawa Barat diprediksi akan lebih dahulu mendapat bonus demografi. Sementara perbandingan dependensi ratio atau rasio ketergantungan Provinsi Jawa Barat akan jauh lebih panjang dibandingkan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Hal ini menjadi keuntungan bagi Provinsi Jawa Barat asal dapat memanfaatkannya dengan baik untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

“Sehingga waktu dia sudah maju tapi pendapatannya per kapitanya tidak naik agak galau juga karena window oportunity sudah terlewati tapi pendapatannya per kapitanya belum naik. Ada apa? berarti jawabnnya adalah SDM nya belum bagus,” ucapnya.

Baca Juga: BKKBN Provinsi Jawa Barat Kampanye Cegah Stunting Berbasis Panganan Lokal

Jadi, lanjut Hasto, “kalau seandainya generasi yang sekarang lahir tidak jadi generasi yang hebat itu berat sekali, karena dependensi ratio nya naik. Sementara yang punya beban generasinya banyak yang stunting, yang punya beban ekonominya lemah dan kesehatannya lemah. Kita boleh euforia Indonesia Emas, kita akan empat besar ekonomi dunia tapi harus dihitung betul agar tidak missed bonus demografi,” sambungnya.

Senada dengan Hasto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga sepakat bahwa stunting di Provinsi Jawa Barat harus turun agar Indonesia dapat menciptakan lebih banyak lagi SDM yang unggul.

Budi menyebut, efek dari stunting adalah rendahnya intelektualitas seseorang sehingga sulit bersaing di dalam dunia kerja. Sementara itu, pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih tergolong rendah yakni US$ 4.349,17, jauh tertinggal dengan Singapura yang saat ini pendapatan per kapitanya USD 59,79ribu yang kira-kira setara dengan Rp800 juta.

Percepatan Penurunan Stunting
Provinsi Jawa Barat Berpengaruh Terhadap Percepatan Penurunan Stunting Nasional

“Stunting penting untuk kemajuan sebuah negara. Bayangin kalau Indonesia pendapatan per kapitanya naik maka Indonesia dengan jumlah penduduk saat ini bisa menempati empat ekonomi besar dunia saat bonus demografi,” kata Budi.

Sementara itu, Budi pun menekankan pentingnya pencegahan stunting dari hulu melalui pasangan yang akan menikah. Sebab, pencegahan dari hulu lebih baik ketimbang melakukan intervensi kepada anak yang telah terlahir stunting.

“Jadi pencegahan dari hulu penting dengan pemeriksaan HB. Kita sediakan tablet penambah darah gratis dari Kemenkes. Lalu lingkar lengan juga tidak boleh kurang dari 23,5,” ucapnya.

Sementara itu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan bahwa pihaknya berusaha keras untuk menurunkan angka stunting dengan melakukan kerja tim bersama Bupati/Walikota se Jawa Barat dengan menggelar pertemuan setiap tiga bulan sekali.

“Di Provinsi Jawa Barat stunting bukan urusan Dinas Kesehatan tapi semua dinas, OPDKB mengurus stunting kalau sudah urusan peradaban semua turun tangan dan kepala daerah,” kata pria yang disapa Kang Emil ini.

Menurut Kang Emil, para Bupati dan Walikota di Provinsi Jawa Barat sangat peduli terhadap stunting karena akan memengaruhi citra kepemimpinan mereka jika stunting di daerahnya masih tinggi.

Untuk menghadapi bonus demografi, kata Kang Emil, ada dua hal yang harus dipersiapkan diantaranya memahami ekonomi digital dan menciptakan sumber daya manusia yang unggul bebas stunting.

Kang Emil pun berterima kasih kepada BKKBN yang telah banyak membantu Provinsi Jawa Barat dalam rangka percepatan penurunan stunting.

 

Reporter : Wahyu Triono

Kategori
Kesehatan

Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono Warnai Diseminasi Stunting di Bali

Binomedia.id – Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) yang ditunjukkan pasangan Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono dalam pernikahan yang digelar di Yogyakarta mewarnai Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Bali, Senin (12/12/2022).

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam kegiatan Diseminasi tahun 2022 yang digelar di Prime Plaza Hotel, Sanur, Denpasar mengatakan pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono menjadi contoh sebuah pernikahan yang terencana dari berbagai aspek.

Salah satunya yakni saat kedua mempelai menunjukkan ke publik Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Baca Juga: BKKBN Memperkuat Kinerja dan Profesionalisme Para PKB Melaksanan Tugas Bangga Kencana Dengan Uji Kompetensi

Karena itu Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang juga menjabat Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Bali berharap para calon pengantin di Bali meniru langkah Kaesang dan Erina agar kelak melahirkan tunas-tunas bangsa berkualitas.

“Bukan hanya tensi, HB, lingkar lengan atau berat badan yang kita cek, tapi termasuk pemahaman dan pencegahan HIV/AIDS untuk bekal mereka menempuh kehidupan baru, agar anak-anak yang dilahirkan benar-benar berkualitas,” kata Wagub yang akrab disapa Cok Ace ini.

Diseminasi Stunting di Bali
Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono Warnai Diseminasi Stunting di Bali

Dalam Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi Percepatan Penurunan Stunting tingkat Provinsi Bali diikuti 75 peserta yang terdiri dari TPPS dari 9 kabupaten/kota se-Provinsi Bali, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana, tingkat kabupaten dan kota.

Sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) didapatkan pasangan calon pengantin (catin) yang telah mengikuti skrining pra nikah. Hasil skrining yang meliputi cek HB, lingkar lengan, berat dan tinggi badan itu kemudian di-input dalam aplikasi Elsimil. Jika lolos, maka calon pengantin (catin) itu berhak mendapatkan sertifikat.

Baca Juga: Bhabinkamtibmas Mendukung Percepatan Penurunan Stunting Dengan Pembinaan Door to Door System

Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali ini menambahkan, melihat data tahun 2022 atau tahun kerja pertama TPPS Provinsi dan Kabupaten/Kota belum dapat berjalan dengan optimal karena berbagai keterbatasan dan kendala yang dimiliki.

Dengan demikian ia menginstruksikan agar di tahun 2023 seluruh tim ini dapat bekerja secara konvergen, meningkatkan koordinasi lintas sector, lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta pemangku kepentingan lainnya, mengingat bahwa penanganan stunting tidak dapat diselesaikan oleh satu sektor atau satu OPD, namun harus dikerjakan bersama-sama.

Pemerintah provinsi, kabupaten/kota hingga desa harus mampu memprioritaskan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan kelompok cakupan sasaran pelayanan Percepatan Penurunan Stunting yang meliputi remaja, calon pengantin/calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-59 bulan.

Baca Juga: BKKBN Meluncurkan Materi Audiovisual Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting Lewat Bahasa Agama

Pelaksanaan survei Studi Status Gisi Indonesia (SSGI) tahun 2022 juga telah diselesaikan, namun saat ini pihaknya masih menunggu publikasi hasil dari pelaksana studi yaitu Kementerian Kesehatan.

“Kita semua berharap agar hasil yang telah kita raih pada tahun 2021 menjadi Provinsi dengan prevalensi terendah Indonesia juga kita raih untuk tahun 2022,” harap dia.

Kepala Perwakilan BKKBN Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS mengatakan, diseminasi hasil evaluasi ini dilaksanakan agar tersampaikannya informasi hasil monitoring dan evaluasi program percepatan penurunan stunting tingkat provinsi dan kabupaten/kota kepada tim percepatan penurunan stunting di masing-masing daerah se-Bali.

Baca Juga: BKKBN: Pembelajaran Bersama Berbagai Negara Dalam Konferensi Internasional atau ICFP 2022

“Kami juga ingin menyelaraskan pelaksanaan program, menyamakan persepsi dalam menjalankan program, serta melakukan evaluasi terhadap Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) provinsi dan kabupaten atau kota di provinsi Bali agar nantinya dapat ditindak lanjuti hasil evaluasi ini untuk perbaikan di tahun mendatang,” jelas Luh De.

Selain itu, kata dr. Luh De, percepatan penurunan stunting secara khusus telah tertuang dalam Peraturan Presiden, yang mana menunjuk Kepala BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting, dan Perpres itu telah ditindaklanjuti oleh Kepala BKKBN dengan menerbitkan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021, tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia 2021-2024.

“Ini merupakan bagian Rencana Aksi Nasional Penurunan Angka Stunting Indonesia. Semua harus mendukung dan dilakukan secara bersama-sama agar percepatan penurunan stunting ini bisa dilaksanakan secara optimal,” tandasnya.

 

Reporter : Wahyu Triono

Kategori
Kesehatan

Bhabinkamtibmas Mendukung Percepatan Penurunan Stunting Dengan Pembinaan Door to Door System

Binomedia.id – Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) memiliki tugas pokok yang mendukung percepatan penurunan stunting dalam tugas sehari-harinya. Salah satu yang dilakukan adalah dengan pembinaan Door to Door System atau menyambangi rumah warga, minimal tiga rumah per hari.

Wakil Direktur Binmas Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah AKBP Siti Rodhijah menyampaikan hal tersebut dalam acara Promosi dan KIE Program Percepatan Penurunan Stunting di Polresta Magelang, Kamis (24/11/2022).

“Pembinaan Masyarakat DDS atsu door to door system atau menyambangi rumah warga, minimal ada tiga rumah per hari yang dikunjungi, sehingga Pak Bhabin hapal dengan warganya,” kata Siti.

Bhabinkamtibmas Mendukung Percepatan Penurunan Stunting
Bhabinkamtibmas Mendukung Percepatan Penurunan Stunting Dengan Pembinaan Door to Door System

Tugas deteksi dini melaporkan informasi terkait dengan potensi-potensi gangguan, bencana alam, konflik sosial dan bahaya lainnya termasuk stunting. Ini menjadi atensi pimpinan dan pemerintah. Siti mengingatkan agar para Bhabinkamtibmas tetap menomorsatukan keluarga.

“Ingat semuanya bekerja untuk bangsa dan negara namun jangan lupakan keluarga. Kita harus bereskan yang ada di rumah sebelum keluar untuk membereskan yang lain,” katanya.

Polri memedomani sinergitas empat pilar yakni babinsa, babinkamtibmas, lurah dan bidan desa. Pola ini pas dengan konsep konvergensi penurunan stunting yang diusung BKKBN bersama mitra kerja strategis di lapangan.

Baca Juga: BKKBN Meluncurkan Materi Audiovisual Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting Lewat Bahasa Agama

Meski demikian, Siti menyampaikan apabila kekuatan Bhabinkamtibmas belum sampai 50 persen, masih ada yg memegang desa binaan, desa sentuhan dan desa pantauan. Ia juga berpesan bila menemukan permasalahan dengan masyarakat dalam sosialisasi stunting maka dilakukan pendekatan dengan bijaksana.

“Jika sekiranya orangnya yang ditemui tidak kooperatif,bapak-bapak tidak memaksakan diri karena stunting itu harus dicek dulu oleh tim pakar. Tugasnya hanya mendatakan dan melaporkan ke Dinas Kesehatan.Tapi harus tahu jika di desa binaan ada yang stunting,” katanya.

Lebih jauh dikatakan bahwa penanganan masalah stunting harus dilakukan secara paripurna, komprehensif, terpadu dan bersifat multisektoral. Kerjasama semua pihak menjadi kunci keberhasilan penanganan stunting.

Baca Juga: Walikota Sabang Reza Fahlevi Dorong Imunisasi Anak untuk Cegah Stunting

Menambahkan apa yang disampalkan Siti, Kapolresta Magelang AKBP. Mochammad Sajarod Zakun mengatakan jika sebagian besar masyarakat belum memahami istilah stunting. Pemahaman perlu ditanamkan agar percepatan penurunan angka stunting bisa dilaksanakan dengan efektif.

“Stunting perlu kita cegah karena berdampak panjang dan ada penyakit yang mengikutinya seperti stroke dan sebagainya,” kata Sajarod.

Ia juga menekankan bahwa stunting harus ditangani bersama-sama dengan melibatkan semua pihak.

Baca Juga: Untuk Menyelesaikan Persoalan Stunting, BKKBN Provinsi Jawa Tengah Bersama Anggota Komisi IX DPR RI Sepakat Melakukan Intervensi Gizi Seimbang

“Penanganan stunting merupakan tanggung jawab kita bersama. Semua stakeholder bahu membahu untuk menangani stunting,” ujarnya.

Kabid KB Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Magelang Sugeng Riyadi menyampaikan saat ini rasio penyuluh KB (PKB) di wilayahnya tidak ideal.

Perbandingannya kini satu PKB rata-rata membina lebih dari 8 desa. Idealnya dua desa per PKB. Sinergitas dengan Bhabinkamtibmas tentu diharapkan mampu mengatasi hal ini.

Baca Juga: Prevalensi Stunting di Indonesia Berdasarkan Survei SSGI Berada Pada Angka 24,4 persen

Terkait penurunan stunting, Ia mengungkapkan masih adanya pernikahan dini di beberapa kecamatan. Pernikahan dini dinilai sebagai biang keladi berbagai permasalahan kesehatan reproduksi.

“Pernikahan dini bisa menyebabkan berbagai permasalahan diantaranya kurangnya perawatan kehamilan, kelahiran bayi prematur, anak yang dilahirkan stunting serta kematian ibu dan janin,” kata Sugeng.

Menanggapi hal tersebut, dihadapan 180 peserta yang terdiri dari para Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) dan anggota Bhayangkari dari Polresta Magelang, Polres Magelang Kota sertã Polres Temanggung, Ketua Tim Pokja ADPIN Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Tengah Nasri mengemukakan bahaya pernikahan dini.

Baca Juga: Kabupaten Halmahera Timur, Potensi Tambang Terbesar Dengan Prevalensi Stunting yang Tinggi

Pernikahan di usia dini sangat berisiko karena ukuran rahimnya belum 10 centimeter sehingga belum ideal untuk dilalui kepala bayi saat persalinan. Dari sini, menurutnya banyak terjadi kasus perdarahan hingga kematian ibu dan bayi.

Permasalahan rumah tangga banyak diawali dari masalah ekonomi, oleh karenanya usia menikah ideal 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria bisa mengkondisikan agar siap secara ekonomi dan mental.

Nasri juga menambahkan pentingnya mempersiapkan kesehatan sebelum menikah. Persiapan calon pengantin (catin) idealnya sedari tiga bulan sebelum menikah. Pemeriksaan dan pengkondisian asupan gizi yang ideal harus diperhatikan.

Baca Juga: BKKBN Melakukan Audit Kasus Stunting Hingga Tingkat Keluarga

“Banyak catin wanita yang diet ketat agar tampak cantik dalam balutan kebaya pernikahan,tapi ini sangat berbahaya,” kata Nasri.

Ia juga berpesan agar catin laki-laki juga harus mempersiapkan dengan pola hidup sehat agar menghasilkan sperma yang sehat dan prima.

Ketika sudah masuk dunia pernikahan, Nasri juga menekankan agar Pola asuh harus selalu diperhatikan. Asupan anak harus dengan gizi berimbang dan menghindari makanan-makanan instan.

“Usahakan makan telur setiap hari,dengan protein yang cukup setiap hari,” ujarnya. “Kalau dahulu diutamakan untuk Bapak, sekarang prioritasnya adalah untuk gizi anak. Bapak-bapak sudah tidak butuh lagi gizi seperti si anak.” lanjutnya.

Masa 1000 hari pertama kehidupan harus diperhatikan dengan serius. Mulai dari dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Anak stunting yang diintervensi setelah lewat masa 1000 hari pertama akan sulit dikoreksi. ASI eksklusif menjadi keharusan agar bayi terhindar dari stunting.

Nasri juga menekankan untuk menghindari 4 Terlalu, yakni terlalu muda hamil dan melahirkan, terlalu tua hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu banyak anak.

 

Reporter : Wahyu Triono

Kategori
Kesehatan

BKKBN Meluncurkan Materi Audiovisual Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting Lewat Bahasa Agama

Binomedia.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan materi audiovisual penyuluhan percepatan penurunan stunting untuk digunakan oleh para penyuluh agama. Lewat bahasa agama yang dikuasai para penyuluh agama, masyarakat lebih mudah menerima pemahaman pencegahan stunting. Kegiatan peluncuran materi audiovisual secara nasional dilaksanakan secara daring dan luring yang dipusatkan di Pendopo Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (28/11/2022).

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, menyebut kegiatan yang baru pertama kali digelar itu sebagai “dari Brebes untuk Indonesia”. Kegiatan luringnya dihadiri sekitar 650 penyuluh agama dan lebih dari 1.000 orang mengikuti secara daring.

Mewakili Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd., mengingatkan sumber daya yang dimiliki, perlu dikolaborasi dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan bangsa.

Baca Juga: BKKBN: Pembelajaran Bersama Berbagai Negara Dalam Konferensi Internasional atau ICFP 2022

Saat ini terdapat 50.262 Penyuluh Agama PNS dan 45.000 Penyuluh Agama Non PNS, yang kesemuanya adalah aparat atau instrumen negara. Sebanyak 10.032 di antaranya telah mengikuti Bimtek Penguatan Kompetensi Penceramah Agama dan tergabung dalam Majelis Da’i Kebangsaan.

“Penyuluh agama, penceramah agama, dai dan dai’ah memiliki kemampuan yang spesial, yakni mudah menyampaikan upaya pencegahan stunting dengan menggunakan bahasa agama,” kata Ahmad Zayadi.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo

Menurut Ahmad Zayadi, potensi ini dapat mempercepat penurunan angka stunting menjadi sesuai target 14% di tahun 2024. Prevalensi stunting di Kabupaten Brebes dimana berdasarkan SSGI 2021 angka stuntingnya 26.3% juga harus diturunkan.

Baca Juga: BKKBN Melakukan Audit Kasus Stunting Hingga Tingkat Keluarga

“Penyuluh Agama menjadi rujukan umat. Ini penting, karena Penyuluh Agama menjadi sumber literatur dalam memperkuat moderasi agama masyarakat,” kata Ahmad Zayadi.

Ditambah dengan kolaborasi kementerian dan lembaga, antaranya melalui rumusan kebijakan, Ahmad Zayadi sekali lagi berharap setiap ikhtiar percepatan penurunan stunting dapat dituntaskan dengan baik.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam sambutannya mengatakan di Indonesia terdapat 4,8 juta kehamilan per tahun. Jumlah tersebut setara dengan penduduk Singapura.

Baca Juga: Kabupaten Gunung Mas Merupakan Daerah Prevalensi Stunting Tertinggi di Kalimantan Tengah

“Sehingga kita melahirkan satu negara tiap tahun,” kata Hasto yang disambut tepuk tangan dari para peserta.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan keterlibatan setiap pihak dibutuhkan dalam upaya penurunan stunting salah satunya Penyuluh Agama. Maka atas arahan Menteri Agama kegiatan hari ini diinisiasi sebagai bentuk pembekalan bagi Penyuluh Agama untuk turut berperan dalam menyampaikan pengetahuan program Percepatan Penurunan Stunting kepada masyarakat di Indonesia.

Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting
Penyuluhan Percepatan Penurunan Stunting

Terkait dengan Penyuluh KB, Hasto berharap Penyuluh Agama dapat membagikan pengetahuan agama terkait pembentukan keluarga sakinah mawaddah warrahmah, sehingga Penyuluh KB tidak hanya memberikan informasi mengenai keluarga tapi juga menjadi contoh teladan dalam membina keluarga sakinah, mawadah, warohmah.

Baca Juga: Berisiko Stunting, Warga Kampung KB di Riau Beri Parsel untuk Keluarga dan Baduta

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebutkan setiap tahun tercatat ada 2 juta pernikahan, dimana 1,6 juta hamil pada tahun pertama pernikahan. Dan ada 400.000 bayi yang dilahirkan diantaranya berpeluang stunting. Diperlukan kolaborasi dari lintas sektor sehingga upaya pencegahan kasus stunting dapat dilakukan semenjak dini, yaitu sebelum pernikahan.

Pendampingan pasutri baru dilakukan, terutama bagi calon ibu yang terdeteksi stunting setelah dilakukan pemeriksaan sebelum pernikahan. Boleh menikah, tapi jangan hamil dulu. Bagi calon ibu, dilakukan pemeriksaan lingkar lengan atas dan HB, sementara calon ayah, 75 hari sebelum pembuahan perlu mengurangi kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol supaya bibitnya bagus. Karena lewat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), upaya intervensi terhadap anak stunting tidak dapat dilakukan lagi.

Mengakhiri sambutan, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan beberapa pertanyaan. Pertama umur minimal menikah. Ibu Khurmah dari MUI Kecamatan Larangan menerima apresiasi karena berhasil menjawab pertanyaan tersebut dengan baik yaitu, minimal 21 tahun untuk wanita, 26 tahun untuk laki-laki.

Baca Juga: BKKBN Provinsi Jawa Barat Kampanye Cegah Stunting Berbasis Panganan Lokal

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan nikah terlalu muda terkait ukuran lingkar panggul yang belum sempurna untuk melahirkan. Sehingga meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan. Nur Wahidah perwakilan NU Fattayat Kabupaten Brebes menjawab pertanyaan selanjutnya, berapa umur maksimal melahirkan, yaitu 35 tahun.

Terkait data, bahwa 37% perempuan yang akan menikah terdeteksi anemia. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menanyakan 2 hal, yaitu angka HB minimal dan mengapa perempuan lebih beresiko mengalami anemia. 2 undangan yang berhasil menjawab membawa pulang sepeda masing-mqsing sebagai apresiasi. Angka minimal HB untuk wanita adalah 12 dan perempuan lebih beresiko anemi dibandingkan laki-laki karena mengalami menstruasi setiap bulan.

Membuka kegiatan ini Bupati Brebes Hj. Idza Priyanti, A.Md., S.E., M.H, menyampaikan “Inovasi program kerjasama antara Kemenag dan BKKBN seperti inilah yang dibutuhkan dalam sinergitas Percepatan Penurunan Stunting sebagai bentuk andil dan kontribusi permasalahan bangsa. Keterlibatan da’i, tokoh agama, dan penyuluh agama dipandang efektif, karena tokoh agama adalah panutan yang diikuti oleh masyarakat.”

Baca Juga: Walikota Sabang Reza Fahlevi Dorong Imunisasi Anak untuk Cegah Stunting

Idza menutup sambutan dengan menyerahkan bantuan PMT berupa beras, telur, biskuit serta biskuit bayi tinggi protein kepada keluarga dengan balita stunting. Didampingi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK drg. Agus Suprapto, M.Kes, Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag Dr. Ahmad Jayadi, MPd. dan tokoh agama di Kabupaten Brebes.

Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK drg. Agus Suprapto M.Kes mengingatkan bahwa hari-hari ini peran penyuluh sangat penting. Sehingga ikhtiar, waktu dan nikmat yang diberikan, dikerahkan sebagai upaya untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Brebes yang kaya akan potensi ikan, telor asin dan brambang (bawang merah).

Peluncuran materi audiovisual dilakukan dengan penekanan tombol secara simbolis oleh Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Deputi III Kemenko PMK, Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag, Bupati Kabupaten Brebes, Perwakilan MUI Kabupaten Brebes serta mewakili tokoh agama, Prof. Dr. Hamka Haq dan K.H. Subhan Makmun.

 

Reporter : Muhammad Fadhli