Binomedia.id – Kabupaten halmahera timur adalah daerah dengan potensi tambang terbesar dan tersebar di beberapa wilayah. Nikel, magnesit, kromit, talk, batu gamping dan minyak bumi menjadikan kabupaten halmahera timur sebagai kota tambang.
Tidak hanya hasil tambang, kabupaten halmahera timur, salah satu kabupaten di Provinsi Maluku Utara dengan ibukota di Kecamatan Kota Maba dengan luas wilayah sebesar 6.538,10 kilometer per segi ini juga penghasil kelapa dan cengkeh.
Kendati demikian, data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara punya indeks Keparahan Kemiskinan pada 2020 sebesar 35 persen dan pada 2021 meningkat jadi 68 persen. Prevalensi stunting di halmahera timur berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 berada pada angka 32,7 persen. Jauh di atas angka nasional 24,4 persen.
Baca Juga : BKKBN Melakukan Audit Kasus Stunting Hingga Tingkat Keluarga
Proyeksi penduduk di Kabupaten Halmahera Timur pada 2020 adalah sebesar 97.420 jiwa dan pada 2021 turun jadi 92.954 jiwa. Peningkatan kemiskinan menjadi salah satu penyebab masalah anak stunting walaupun sebenarnya tidak semua orang miskin anaknya stunting.
Namun sebagian besar stunting di kabupaten halmahera timur disebabkan karena kemiskinan. Pada 3 November 2022, Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Maluku Utara menggelar Diskusi Panel dan manajemen Audit Kasus Stunting di kabupaten yang terkenal dengan Kelapa dan cengkeh ini.
Diskusi dibuka oleh Wakil Bupati kabupaten halmahera timur Anjas Taher. Dallam sambutannya Anjas Taher mengatakan bahwa diskusi Audit Kasus Stunting perlu dikawal pelaksanaannya, sehingga rekomendasi-rekomendasi yang dilahirkan dan disepakati pada Diskusi ini dapat digunakan pada saat melakukan Audit Kasus Stunting.
Baca Juga : BKKBN Uji Publik Panduan Bina Keluarga Balita yang Holistik dan Integratif
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Maluku Utara Renta Rego yang mempertegas bahwa perlu keberlanjutan yang terarah dalam penyelesaian kasus-kasus stunting yang ada di kabupaten Halmahera Timur.
“Diskusi ini harus dijadikan pijakan awal untuk menentukan bagimana proses Audit dilakukan. Saya berharap diskusi Audit Kasus Stunting tahap II ini merupakan keberlanjutan atas apa yang telah disepakati pada Diskusi tahap I, sehingga ada kesinambungan yang lebih terarah dan terukur pada saat pelaksaan Audit Kasus Stunting di lapangan.” ujar Renta Rego.
Renta melanjutkan bahwa Kabupaten Halmahera Timur merupakan Kabupaten yang memiliki Angka Prevelensi Stunting yaitu sebesar 32,7 persen, dan merupakan penyumbang angka stunting yang cukup tinggi setelah kabupaten Pulaud Taliabu dan Kabupaten Halmahera Selatan, sehingga perlu intervensi khusus dari semua pihak yang terlibat untuk memanfaatkan dan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting secara konvergen.
Diskusi ini menghadirkan Narasumber dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDI) dr. M. Farid Husein, S.PA; Perkumpulan Obserteri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Samuel, Sp. O.G; Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Dr Aspar Abdul Gani, SKM, M.Kes; Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) Mu’mina Kurniawati S.J Kahar M.Psi Psikolog; Ketua AKS Kabupaten Halmahera Timur; Kepala Dinas P2AKB yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, Ibu Majidah Fabanyo, S.Ag.
Baca Juga : Antusiasme Pelatihan dan Pelayanan Kontrasepsi Bidan di Papua
Kabupaten halmahera timur memiliki Motto Limabot Fayfiye yang berarti ajakan dengan mengutamakan kebersamaan yang harmonis dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas di dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan mampu mengajak seluruh lintas sektor untum melakukan konvergensi dalam rangka percepatan penurunan dan cegah stunting. Mengangkat tiga kasus stunting yang telah diintervensi yaitu calon pengantin, ibu hamil atau pasca salin dan Balita.
Kasus stunting di Desa Wailukum dengan Rekomendasi Konseling Pengasuhan dan Cara pemberian Makanan yang benar kepada ibu dan Balita, Pemantauan Aksesibilitas dan toleransi dan penguatan sistem pantauan kondisi berkelanjutan oleh Puskesmas dan pendampingan oleh TPK setempat.
Diskusi yang dilaksanakan secara panel ini menghasilkan Hasil Kajian dan rekomendasi, salah satunya adalah terkait masalah Baduta/Balita dengan kasus kompleks yang terdiri dari gizi buruk,BBLR, dengan penyakit penyerta atau Red Flags.
Baca Juga : Provinsi NTT Merupakan Daerah Dengan Angka Prevalensi Stunting Tertinggi di Indonesia
Gangguan perkembangan dan berat badan tidak naik diberikan rekomendasi oleh tim pakar untuk penyediaan pemberian makanan tambahan, makanan pemulihan, penyediaan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) yang bersifat terencana selama 3 bulan, rujukan ke RSUD/Dokter spesialis anak yang bersifat segera dalam jangka waktu 1 bulan dan pemberian Jaminan Kesehatan Nasional dengan jangka waktu selama 5 bulan.
Hasil kajian dengan kelompok sasaran Baduta/Balita nantinya akan dilakukan secara konvergensi dengan Dinas kesehatan dan Dinas Sosial, sehingga indikator indikator dalam kegiatan yang direkomendasikan dapat berjalan dengan baik.
Hadir pula pada kesempatan itu, OPD se-Kabupaten halmahera timur, Ketua Tim Penggerak PKK, Bapeda, Disperkim, TNI (Danramil dan Babinsa) kabupaten halmahera timur, Camat, kepala Desa, Penyuluh KB, Tim Pendamping Keluarga serta TA TPPS Wilayah Halmahera Timur dan Tim BKKBN Maluku Utara.
Reporter : Wahyu Triono
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Binomedia.id