Binomedia.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kembali mengadakan Coaching Audit Kasus Stunting Sesi IV yang digelar secara daring, Kamis, 29 September 2022.
Turut hadir sebagai pembicara diantaranya Koordinator Bina Keluarga Balita (BKB) BKKBN Toni Dwiyanto, S.H, MPH, PO Program dan Kegiatan Satgas Percepatan Penurunan Stunting Pusat dr. Lucy Widasari, M.Si, dan Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN Ir. Siti Fathonah, MPH.
Dalam sambutannya Koordinator Bina Keluarga Balita (BKB) BKKBN Toni Dwiyanto, S.H, MPH mengatakan, Audit Kasus Stunting merupakan salah satu kegiatan prioritas dalam rencana aksi nasional. Audit tersebut tidak hanya fokus pada audit kasus baduta/balita stunting. Fokusnya diarahkan pada upaya pencegahan lahirnya bayi stunting yang dimulai sejak audit kasus kelompok sasaran calon pengantin, ibu hamil/nifas serta baduta/balita yang berisiko stunting.
Baca Juga: Walikota Sabang Reza Fahlevi Dorong Imunisasi Anak untuk Cegah Stunting
“Audit Kasus Stunting juga akan membuka jalur-jalur yang akan dipertanyakan oleh setiap para orang tua, membuka jalur konsultasi dan koordinasi antar unsur pengambil kebijakan, pelaksana program dan kegiatan dan pakar”, kata Toni Dwiyanto.
Sementara itu PO Program dan Kegiatan Satgas Percepatan Penurunan Stunting Pusat dr. Lucy Widasari, M.Si mengatakan definisi stunting menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah gangguan tumbuh kembang akibat gizi buruk akibat adanya infeksi berulang
“Yang didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap umur lebih dari dua deviasi standar di bawah median standar kurva pertumbuhan anak,” kata Dokter Lucy.
Baca Juga: Untuk Menyelesaikan Persoalan Stunting, BKKBN Provinsi Jawa Tengah Bersama Anggota Komisi IX DPR RI Sepakat Melakukan Intervensi Gizi Seimbang
Dokter Lucy menjelaskan, tidak semua orang berperawakan pendek disebut stunting. Namun orang dengan perawakan pendek yang bukan stunting disebut dengan Dwarfism atau kerdil, mereka adalah orang dewasa yang memiliki tinggi badan yang kurang dari 147 centi akibat faktor genetik atau medis.
Pada kesempatan yang sama Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN Ir. Siti Fathonah, MPH mengatakan definisi stunting yang ada sekarang ini menjadi pertanyaan apakah bertentangan dengan definisi dari WHO.
“Justru yang dipakai sekarang ini hanya berdasarkan pengukuran antropometri itu adalah yang di adobe dari WHO, tetapi WHO mengatakan tidak pada konteks stunting,” ujar Fathonah.
Baca Juga: Prevalensi Stunting di Indonesia Berdasarkan Survei SSGI Berada Pada Angka 24,4 persen
Menurut Fathonah, data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Kementerian Kesehatan, Bappenas, yang ditampilkan adalah prevalensi balita stunted bukan stunting.
“Secara global yang digunakan WHO itu, adalah antropometrinya, belum pada gangguan perkembangannya,” ujarnya.
Fathonah pun berpesan kepada rekan-rekan di Kabupaten atau Kota yang belum melaksanakan audit kasus stunting agar segera melaksanakan kegiatan tersebut.
“Karena ini sangat dibutuhkan di lapangan dalam upaya untuk mencegah agar tidak terjadi lagi kasus-kasus sulit di lapangan, maka kasus stunting tahap satu itu harusnya kita sudah bisa melangkah lebih jauh dan sudah bisa menyelesaikan bahkan sampai tahap evaluasi,” tutup Fathonah.
Reporter : Wahyu Triono
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Binomedia.id